Senin, 02 April 2012

INTERAKSI BUDAYA DAN PENGARUH TERHADAP KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN

  Oleh : Caswita

1.      Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai naluri untuk selalu berinteraksi dengan lingkungan sekitar, dari interaksi tersebut menghasilkan beraneka ragam budaya. Budaya merupakan hasil kreasi tertinggi dan luhur dari cipta, rasa, karsa suatu komunitas sosial yang diwariskan secara turun temurun.[1] Budaya akan sangat mewarnani kehidupan sosial masyarakat dan besar sekali pengaruhnya terhadap prilaku karakter seseorang. Indonesia adalah negara besar, negara dengan pulau terbanyak di dunia (17.504), lebih dari 740 suku bangsa, serta tidak kurang dari 583 bahasa daerah dengan 67 bahasa induk. Jumlah penduduk Indonesia menurut BPS pada tahun 2009 ini berjumlah 231 juta. Melihat data tersebut kekayaan budaya Indonesia sangat berlimpah sekali yang diaktualisasikan dalam bentuk, kesenian, upacara keagamaan, konsepsi ide-ide gagasan dan lain sebagainya. Oleh karena itu tidak perlu takut  kekurangan budaya bangsa, tetapi kita harus takut kehilangan budaya yang telah kita miliki, yang diklaim sebagai budaya negara lain.
Dari berbagai budaya lokal yang sangat banyak yang dimiliki bangsa Indonesia melahirkan sebuah identitas budaya Nasioanl. Berbagai budaya lokal Indonesia merupakan cikal bakal dari budaya nasional. Indonesia memiliki berbagai unsur kebudayaan yang unik dan khas yang bersumber dari keanekaragaman bangsa. Tujuh unsur kebudayaan  sebagaimana dikemukakan Koentjaraningrat, adalah sistem religi dan upacara keagamaan, sistem organisasi kemasyarakatan, sistem Ilmu pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem sarana kehidupan, sistem teknologi.[2]  Dengan demikian dapat dilihat, bahwa tari saman, kuda lumping, lagu rasa sayange adalah sebagian kecil  kesenian dari kekayaan budaya Indonesia, ibarat butir-butir pasir di laut budaya yang luas.
Berbagai budaya Indonesia yang ada harus dijadikan kebanggan bangsa, akan tetapi budaya tersebut tidak cukup hanya dijadikan kebanggaan semata, tetapi ada tugas besar yang harus dilaksanakan yaitu melestarikan budaya tersebut yang selanjutnya mewariskannya kepada generasi berikutnya. Suatu kesalahan besar apabila suatu bangsa yang memiliki beraneka ragam kebudayaan tidak dapat melestarikannya. Karena sebagus apapun budaya jika tidak ada rasa kepedulian, kepemilikan, serta kebanggaan, juga akan hilang sebagaimana buih-buih dilautan.[3] Kewajiban melestarikan kebudayaan merupakan tanggung jawab semua komponen masyarakat, bukan hanya tanggung jawab masyarakat pemilik budaya tersebut tetapi negara juga mempunyai kewajiban yang sama sesuai dengan amanat Undang Dasar Negara RI tahun 1945  (UUD 1945) Pasal 32 ayat (1)  dinyatakan, “Negara memajukan kebudayaan nasional di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasa masyarakat dalam  memelihara dan mengembangkan nilai–nilai budayanya”. Sudah sangat jelas konstitusi menugaskan  kepada pemerintah negara untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Berbagai kasus beberapa tahun kebelakang merupakan salah satu contoh bahwa kehilngan apa yang menjadi kebanggaan bangsa merupakan hal yang sangat menyakitkan. Klaim budaya bangsa oleh bangsa[4] lain merupakan momentum bagi anak bangsa untuk terus melestarikan dan menjaga budaya yang telah dimiliki.
Dalam era global, interaksi budaya  antar negara  dengan mudah terjadi, budaya bangsa Indonesia dengan mudah dinikmati, dipelajari, dipertunjukan, ditemukan di negara lain. Dengan demikian, seperti yang dikatakan Edi Wirawan (2008), dalam konteks pengembangan kebudayaan nasional, maka proses lintas budaya dan silang budaya yang terjadi harus dijaga agar tidak melarutkan nilai nilai luhur bangsa Indonesia.[5]
2.      Interaksi Budaya Lokal, Nasional dan Global
Era globalisasi yang ditandai oleh adanya saling kebergantungan (interdependence) antarnegara. Hal ini suatu hal yang tidak bisa dihindari, sebagai konsekuensi dari semakin longgarnya batas negara, akibat kemajuan dibidang teknologi informasi. Dunia menjadi tanpa batas, yang ditandai dengan tidak terhambatnya arus orang, barang dan jasa. Globalisasi juga ditandai dengan semakin bebasnya arus informasi dan komunikasi menembus batas-batas teritorial negara, membawa pengaruh dalam berbagai bidang. Komunikasi dan interaksi yang tidak dapat dibatasi oleh batas geografis dan teritorial, memungkinkan terjadinya interaksi dan keterpengaruhan.Termasuk di dalamnya adalah pola kepribadian, gaya hidup, dan kesenian. Semakin lemah suatu negara maka akan semakin besar dia terpengaruh dan bergantung. Sikap pragmatis, individualis, materialis dan hedonis merupakan hal-hal yang terbawa juga dan berpengaruh pada masyarakat. 
Saling pengaruh adalah proses yang biasa namun akan menjadi tidak biasa apabila tidak bisa mempertahanan identitas diri. Proses internalisasi nilai-nilai yang terbentuk bertahun-tahun  yang membentuk budaya, akan terdegradasi oleh nilai-nilai global karena tidak adanya kemampuan mempertahankan identitas diri. Pada akhirnya, budaya lokal yang sdah terbentuk melalui proses panjang, lama kelamaan dan dimulai dari kebiasaan-kebiasaan serta dari satuan-satuan kecil (individu, kelompok) sampai kepada satuan yang besar (suku, bangsa), akan hilang dan tergantikan oleh budaya luar secara pelan-pelan tapi pasti.
Arus budaya global dengan segala plus dan minusnya, merupakan tantangan besar bagi penataan nilai-nilai budaya dan watak bangsa (nation and character building). Hal ini merupakan persoalan serius, jika tidak ingin kehilangan nilai-nilai dan budaya adi luhung yang sudah terbentuk berabad-abad. Peningkatan daya tahan dan komitmen harus dilakukan secara sistematis, terintegrasi dan holistik. Tidak hanya lewat jalur pendidikan, tetapi juga non pendidikan. Formal dan informal. Antardepartemen dan lintas departemen.
Di tengah maraknya arus globalisasi yang masuk ke Indonesia, melalui cara  cara tertentu membuat dampak positif dan dampak negatif bagi bangsa Indonesia. terutama dalam bidang kebudayaan. Karena semakin terkikisnya nilai – nilai budaya kita oleh pengaruh budaya asing yang masuk ke negara kita. Oleh karena itu, untuk  meningkatkan ketahanan budaya bangsa, maka pembangunan nasional perlu bertitik-tolak dari upaya-upaya  pengem­bangan kesenian yang mampu melahirkan “nilai-tambah kultural”. Pakem-pakem seni (lokal dan nasional) perlu tetap dilanggengkan, karena berakar dalam budaya masyarakat.

3.      Kepemimpinan Pendidikan Di Era Global
Sebelum membahasa tentang kepemimpinan pendidikan, terlebih dahulu harus diketahui yang dimaksud dengan kepemimpinan secara umum kepemimpinan atau leadership berarti usaha mepengaruhi pihak lain dalam pengendalian organisasi untuk mencapai tujuan bersama. Senada dengan yang disampaikan oleh Soekarno yang menyatakan bahwa kepemimpinan adalah keseluruhan aktivitas atau tindakan untuk mempengaruhi serta menggiatkan orang-orang dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan.[6] Selain itu, kepemimpinan juga bisa diartikan dengan seni mengkoordinasikan dan mendorong orang atau kelompok guna mencapai tujuan yang dikehendaki. [7]
Sementara itu kepemimpinan pendidikan sangat berbeda dengan kepemimpinan pada umumnya-misalnya kepemimpinan lembaga ekonomi ataupun poitik-. Syarat utama yang membedakaan antara pemimpin pendidikan adalah semua apa yang dilakukan oleh seorang pemimpin pendidikan harus bertujuan dalam rangka mendidik. Pendidikan merupakan sarana yang paling efektif dalam mewariskan budaya nasional, yang semakin terkikis ditengah arus serangan budaya global melalui berbagai media. Untuk melestarikan budaya nasional lembaga pendidikan harus menjadi garda terdepan. Untuk mewujudkan semua itu dibutuhkan pemimpin pendidikan yang memliki kompetensi yang komprehensif.
Walaupun situasi sekarang berada pada era modern dan globalisasi, tetapi seorang pemimpin pendidik harus tetap mempertahankan budaya lokal ditengah arus global, karena diera yang serba mudah seperti saat ini interaksi budaya tidak bisa dihindari lagi, dan bangsa yang mampu mepertahankan jati dirinya lah yang menjadi pemenangnya. Sementara bangsa yang dengan mudah terpengaruh oleh budaya asing lama kelamaan identitas bangsa tersebut akan memudar. Oleh karena itu pemimpin pendidikan yang dibutuhkan diera global saat ini adalah yang mampu menghadsapi globalisasi tetapi tetap mempertahankan jai dirinya. Kearifan lokal tut wuri handayani serta budaya adi luhung yang semakin memudar di era modern harus dimiliki oleh seorang pemimpin pendidikan.
 Ada beberapa persyaratan yang harus dimilki seorang pemimpin pendidikan diantaranya menurut Imam Suprayogo adalah pertama, pertama pemimpin pendidikan harus memiliki daya lobi yang bagus, kedua pemimpin pendidikan harus mempunyai kredibilitas intelektual, ketiga mempunyai kemampuan untuk mensinergikan berbagai potensi yang ada, keempat mempunyai kemampuan membangun komunikasi yang baik. Sementara itu menurut Abuddin Nata yang membedakan kepemimpinan pendidikan dengan pemimpin lembaga bisnis adalah pemimpin pendidikan tidak harus tahu siapa pemilik dari lembaga tersebut sementara lembaga bisnis harus tahu siapa pemegang saham dari perusahaannya.[8] Selanjutnya Dedy Achmad Kurniady menguraikan syarat kepribadian sorang pemimpinPersyaratan-persyaratan tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Rendah hati dan sederhana
2.      Bersifat suka menolong
3.      Sabar dan memiliki kestabilan emosi
4.      Percaya kepada diri sendiri
5.      Jujur, adil dan dapat dipercaya
6.      Keahlian dalam jabatan[9] 
Lebih lanjut Dedy juga menguraikan syarat keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin pendidikan yaitu berupa pertama keterampilan dalam memimpin, kedua keterampilan dalam hubungan insani, ketiga keterampilan dalam proses kelompok, keempat, keterampilan dalam administrasi personil dan kelima Keterampilan dalam menilai.[10]
Selain itu syarat kepemimpinan pendidikan lainnya adalah karena pendidikan merupakan sarana untuk mewariskan maka pemimpin pendidikan harus berlandaskan kearipan lokal dan budaya nasional. Semua itu penting dalam kepemimpinan mengingat disituasi global saat ini interaksi dengan dunia luar tidak bisa dihindari lagi, yang sedikitnya banyak berpengaruh terhadap budaya lokal ataupun budaya nasional. Tidak dipungkiri lagi disituasi global seperti saat ini.
Seorang pemimpin sangat dipengaruhi sekali oleh budaya yang ada disekitarnya, pemimpin yang berlatar belakang budaya jawa akan berbeda dengan yang berkebudayaan luar jawa, sehingga akan memiliki kekhasan sendiri. Ditengah interaksi budaya yang semakin mengglobal tantangan kepemimpinan pendidikan akan semakin besar terutama untuk bersaing dengan bangsa lain. Kepemimpin pendidikan harus bisa mensinergikan anatara berbagai budaya yang ada baik budaya lokal, budaya nasional ataupun budaya global. Sehingga dari berbagai budaya yang ada tersebut dapat diambil yang postifnya dan meninggalkan yang negatifnya. Karena tidak semua budaya yang dari luar semuanya negatif, tetapi ada hal-hal yang bisa diambil manfaatnya, seperti budaya kompetitif yang akan meningkatkan etso kerja.
David Whitfiled (2006:2-4), seperti yang dikutip oleh Istianah[11], seorang pengarang buku tentang kepemimpinan di bidang Pendidikan yang ada di Era Global ini mengatakan, bahwa bila seseorang mau untuk menjadi pemimpin  yang disenangi dan di ikuti maka ia harus memiliki beberapa kompetensi sebagai berikut ini :
1.      Kompetensi Kultural, yaitu seorang pemimpin global harus memahami bukan hanya akar budayanya sendiri, tetapi juga akan akar budaya orang lain, mengerti isu yang relevan, dan mampu bekerjasama dengan berbagai macam karakter orang dimana memiliki budaya yang berbeda dengan budaya  dirinya sendiri.
2.      Kompetensi politik, artinya seorang pemimpin global harus dapat memahami peta politik dan arah kebijakan politik dan harus dapat memahami implikasi geografis dan ekonomis dari suatu tindakan politik sehingga dibutuhkan pemahaman tentang struktur-struktur pemerintahan dan proses pengambilan kebijaksanaan lintas batas.
3.      Kompetensi internasional, artinya seorang pemimpin global harus mampu melihat dunia sebagai tempat yang penuh keragaman, komunutas yang heterogen, yang tersusun atas sistem fiskal, sosial, politik, ekonomi, dan komunikasi yang berbeda.
4.      Kompetensi Tekhnologi, artinya seorang pemimpin global harus mampu memanfaatkan tehnologi informasi sebagai sarana menjalin komunikasi, berkolaborasi, dan membangun kepercayaan.

Dalam salah satu artikel, Graen dan Hui (1999), seperti yang dikutip oleh oleh Muhamammad Afif,  berpendapat bahwa persepsi dari apa yang dimaksud sebagai pemimpin global pada saat ini akan berubah. Dimana saat ini pemimpin ditransfer dari satu lokasi ke lokasi lain. Maka yang akan muncul adalah “transcultural creative leaders”. Mereka merupakan orang-orang yang dapat belajar untuk:
1.      Merubah (transcend) akulturasi masa kecilnya dan menghormati budaya-budaya yang berbeda.
2.      Membangun hubungan kerja lintas-budaya untuk kepercayaan, penghormatan dan kewajiban.
3.      Terlibat dalam pemecahan masalah lintas budaya yang kreatif.
4.      Ikut terlibat dalam konstruksi budaya ketiga dalam berbagai operasi kerjanya.[12]
Berbagai persyaratan kepemimpin yang diajukan oleh beberapa ahli, pada akhirnya diharapkan menghasilkan pemimpin pendidikan yang dapat memperthankan identitas bangsanya dan terbuka terhadap segala informsi yang ada, karena interaksi budaya diera global tidak bisa dihidari. Sementara itu interaksi budaya global akan sangat mempengaruhi kepemimpinan pendidikan. Budaya global hedonisme, individualis, kompetitif, demokratis, transparansi terasa sekali dilingkungan lembaga pendidikan. Seorang pemimpin pendidikan akan sulit terhindar dari semua itu dan harus dihadapinya dengan berbasikan budaya lokal, sekali lagi pemimpin pendidikan harus mampu mensinergikan budaya global dengan budaya lokal yang ada.
Interaksi budaya yang begitu cepat akan sangat berpengaruh sekali terhadap kepemimpinnan pendidikan terutama dalam mengelola lembaga pendidikan. Berbagai bentuk jenis  lembaga pendidikan yang terus berubah merupakan salah satu contoh dari pengaruh budaya global. Jenis pendidikan anak usia dini, home schooling, sekolah terpadu, merupakan contoh konkrit dari usaha lembaga pendidikan untuk dapat menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, lebih jauh lagi persaingan antara lembaga pendidikan terlihat jelas sekali. Pemimpin yang baik persaingan dijadikan sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas pendidikan dilembaga yang dipimpin.


4.      Kesimpulan
Era global yang serba mudah dalam berinteraksi menyebabkan saling mempengaruhi antar budaya. Bangsa yang mampu mempertahankan identitas budayanya akan menjadi pemenang dari interaksi budaya global. Interaksi budaya global akan sangat berpengaruh sekali terhadap kepemimpinan seseorang dalam mengelola lembaganya, tidak terkecuali lembaga pendidikan. Individualis, hedonisme, kompetitif adalah bentuk konkrit dari pengaruh budaya global.
Kepemimpinan pendidikan yang baik dalam menghadapi arus budaya global adalah : Pertama menghadapi budaya global bukan menghindari tetapi juga harus mampu memepertahankan jati diri budaya bangsa. Karena bangsa yang mampu mempertahankan budayanya adalah pemenangnya.
Kedua seorang pemimpin pendidikan harus mampu melakukan sinergi dari berbagai interaksi budaya yang ada untuk dijadikan kekutan.
Ketiga segala bentuk usaha yang dilakukan oleh pemimpin pendidikan harus berdasarkan pada jiwa mendidik.




DAFTAR PUSTAKA

Dedy Achmad Kurniady, Teori Pengelolaan Pendidikan, dalam http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/ diakses tanggal 21 November 2011
Edi Wirawan, Penguatan Budaya Nasional dalam Budaya Global (Yogyakarta: UGM, 2008)
Istianah, Perubahan Budaya Karena Pengaruh dari Luar makalah dalam, http://isbdti.blog.uns.ac.id, diakses tanggal 20 September 2011
Joko Widodo, Meneguhkan Identitas Budaya Nasional (Malang: UMM 2010)
Koentjaraningrat,  Masyarakat dan Kebudayaan Indonesia (Jakarta: Djambatan 1997)
Muh. Hizbul Muflihin, Kepemimpinan Pendidikan: Tinjauan terhadap Teori Sifat dan Tingkah-laku (Purwokerto: Jurnal  INSANIA Vol. 13 No. 1 P3M STAIN Purwokerto 1 Jan-Apr 2008)
Muhamad Afif Hasbullah, Kepemimpinan Dalam Konteks Lintas Budaya, dalam http://unisda.ac.id/ , diakse tanggal 21 September 2011
Sukarto Indra Sukarto, Administrasi Pendidikan (Malang: IKIP Malang, 1986)



[1] Koentjoroningrat mengartikan budaya sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia, dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Sementara Clifford Greetz, mengartikan budaya sebagai sebuah sistem berupa konsepsi-konsepsi yang diwariskan dalam bentuk simbolik sehingga dengan cara inilah manusia berkomunikasi, melestarikan dan mengembangkan pengetahuan serta sikapnya terhadap kehidupan. Sementara Sidi Gazalba mengartikan budaya sebagai cara berfikir dan merasa untuk kemudian dinyatakan dalam seluruh kehidupan kelompok manusia yang membentuk masyarakat dalam ruang dan waktu tertentu.
[2] Koentjaraningrat,  Masyarakat dan Kebudayaan Indonesia (Jakarta: Djambatan 1997) 10
[3] Joko Widodo, Meneguhkan Identitas Budaya Nasional (Malang: UMM 2010) 2
[4]Malaysia adalah negara yang paling sering mengklaim budaya Indonesia, ini semua karena secara terotorian negara tersebut berdekatan dengan negara Indonesia, sehingga akan menyebabkan banyaknya kesamaan budaya lokal, misalnya di Indonesia ada kuda lumping sementara di Malaysia ada jaran kepang yang merupakan keseninan tradisional yang sama dengan kuda lumping kesenian ini dibawa oleh orang jawa yang merantau ke Malaysia.
[5] Edi Wirawan, Penguatan Budaya Nasional dalam Budaya Global (Yogyakarta: UGM, 2008) h 4
[6]Sukarto Indra Sukarto, Administrasi Pendidikan (Malang: IKIP Malang, 1986) 110
[7] Muh. Hizbul Muflihin, Kepemimpinan Pendidikan: Tinjauan terhadap Teori Sifat dan Tingkah-laku (Purwokerto: Jurnal  INSANIA Vol. 13 No. 1 P3M STAIN Purwokerto 1 Jan-Apr 2008) 67-86
[8] Abuddin Nata, Disampaikan dalam mata kuliah Kepemimpinan Lintas Budaya Perspektif Pendidikan tanggal 28 September 2011
[9] Dedy Achmad Kurniady, Teori Pengelolaan Pendidikan, dalam http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/ diakses tanggal 21 November 2011, 3
[10] Dedy Achmad Kurniady, Teori Pengelolaan Pendidikan, dalam http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/ diakses tanggal 21 November 2011, 3
[11] Istianah, Perubahan Budaya Karena Pengaruh dari Luar makalah dalam, http://isbdti.blog.uns.ac.id, diakses tanggal 20 September 2011

[12] Muhamad Afif Hasbullah, Kepemimpinan Dalam Konteks Lintas Budaya, dalam http://unisda.ac.id/ , diakse tanggal 21 September 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar